Papah
Gadis itu menatap ke luar
jendela. Ada hujan yang dilihatnya. Sunyi menjalari tubuhnya yang ingin membeku
bersama waktu. Jauh dibelakang ia berdiri, orang-orang sedang riuh dalam
obrolan-obrolan dunia. Gadis itu tak peduli, telinganya disuruhnya mati
mendengar, matanya disuruhnya memandang gelap, hatinya ia biarkan merasa.
Tangannya menopang dagu, sayup matanya seolah tak mau berkedip. Angin dan hujan
diluar, hanya memandangnya heran. Mereka tak peduli, yang mereka tahu, hanya
harus menari diatas tanah hingga lantunan petir berhenti mengiringi langkah
gerak mereka. Yang ada dalam kepala gadis itu hanya pria gagah yang ia panggil
papah.
***
Saat itu mungkin ia kesulitan
mengartikan kematian. Waktu itu ia hanyalah bunga yang baru saja mekar ditaman
samping rumah. Saat manusia-manusia lain tengah sesenggukan menangisi kebekuan
jasad, ia hanya tahu kalau mereka menyebutnya kematian, tanpa tahu arti
kematian itu sendiri.
Apa yang bisa dilakukan bunga
yang belum sepenuhnya mekar saat itu? Menangis pun tak tahu apa yang harus ditangisi. Ingatannya hanya merekam
napak tilas seorang gagah yang dengan kasih sayangnya, ia menjadi satu-satunya
bunga yang akan terus tumbuh indah tanpa bisa dipetik. Seorang gagah itu,
langkahnya mengalahkan tanah, mengalahkan bunga yang lain.
Bunga kecil ditimang-timang,
dilemparnya tubuh mungil itu ke udara lalu ditangkapnya lagi, tertawanya
membuat bunga damai dalam kasih sayang yang pria gagah itu sampaikan lewat
tatapan dan sentuhannya. Saat bunga tahu kalau hidung itu bisa mengeluarkan
sisa berupa ingus, pria gagah itu mengusapnya. Ingus dibuang, karena tak mau
bunga kecilnya tampak kotor. Saat bunga tahu kaki mungilnya bisa mengejar anak
ayam, pria gagah mengawasinya sampai bunga hampir tak terlihat di ujung
pandangnya, pria gagah bergegas menangkap bunga. Saat pria gagah itu tahu
tawanya mengundang senyum bunga , sepanjang waktunya ia buat bunga indah dengan
senyumannya.
Pria gagah yang selalu
memperhatikan bunganya tumbuh. Saat matahari menghilang, sudut pelangi tak lagi
terlihat, pria gagah itu tahu bunga harus segera terlelap. Dinyanyikannya
senandung kerinduan, dan ia biarkan bunga itu perlahan terpejam, sampai pada
mimpi hingga nanti bunga bangun kembali. Namun pria gagah yang ia panggil
papah, hanya bisa ia kenang. Sosoknya telah abadi dalam hatinya, jasadnya telah
berpulang.
***
Gadis itu hanya terdiam
menyaksikan hujan, tanpa tahu harus berekspresi seperti apa. Barangkali
kesedihan mendalam telah mengubahnya menjadi sesosok beku yang larut dalam
kenangan. Rekaman ingatan tentang seseorang yang sangat berarti di masalalunya
itu, seolah masih menjadi bagian hidupnya kini. Bahkan saat bunga menemukan
tanah yang kelak membuatnya tumbuh dan menua.
Tiba-tiba saja dua mata itu
berair, dia menangis. Dia juga tak tahu apa yang membuatnya menangis, benarkah
kepergian papah? Atau tentang orang-orang dibelakangnya? Hujan tak bisa
menghiburnya, rekaman-rekaman masalalu muncul. Rekaman tentang seseorang yang
membuatnya tumbuh hingga saat ini. Ingatan-ingatan tentang papah. Atau juga
tentang orang-orang papah yang lain?
***
“Mereka masih memiliki hubungan
darah. Mereka adalah saudara yang harus disayangi. Mereka sama denganku, mereka
juga bunga kecil yang dirawat papah. mereka yang ditanam papah ditanah yang
lain. Bagaimanapun, mereka satu darah denganku,” begitu hati bunga berujar.
“Bagaimana kalau uangku kugunakan
untuk menghias tempat papah beristirahat?” ujar salah seorang diantara mereka.
“bagaimana kalau kubangunkan rumah diatasnya?” ujar yang lainnya. “bagaimana
kalau emas? Bukankah akan lebih indah?” ujar yang lainnya lagi. Obrolan-obrolan
itu terus saja terjadi, jauh dibelakang gadis itu berdiri.
Dalam benak orang-orang itu, tak
ada pesan yang harus dikirim untuk papah. tak memikirkan apa yang dilakukan
papah atas sikap mereka. Padahal isyarat telah muncul dari mamah. Salah satu
orang yang membuat papah terus ada hingga kini, kesejatiannya masih hidup dalam
hati anak-anaknya. Dia tahu, hanya sebuah “pesan” yang papah inginkan. Bukan
keinginan orang-orangnya yang masih larut dalam obrolan-obrolan itu. Mamah
tahu, hanya gadis itu yang bisa mengirim pesannya. Mamah tak bisa melakukan
apa-apa, atau gadis itu juga tak bisa mencegah saudara-saudaranya. Keinginan
mereka, mereka penuhi sendiri. Tanpa meminta bantuan siapapun, lalu siapa yang
bisa mencegahya?
***
Gadis itu masih membeku. Hujan
sudah mulai lelah, dia tak lagi menari bersama angin. Hujan kini hanya diam,
seperti gadis yang menatapnya itu. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Yang
dia tahu saat ini hanyalah “pesan” yang kata mamah harus disampaikan pada
papah.
Papah sudah lama pergi, bertahun
yang lalu. Tapi semangat perjuangan papah masih hidup, gadis yang papah panggil
bunga itulah yang akan membesarkan mimpi papah yang tertunda. Entah mimpi
tentang apa itu, tapi jelas mimpi itu nyata untuk diwujudkan, banyak mimpi dan
bunga harus tetap dalam terang. Bara dalam hatinya harus ia nyalakan lagi.
Hujan sudah lama pergi sejak ia
mengusap air matanya. Dia masih menatap keluar lewat jendela rumah kayunya. Kali
ini berbeda, gadis itu mengulum senyum. Dan ia tahu harus segera pergi
darisana. Hujan reda, dan ia harus ke makam papah. mamah sudah menunggunya di
lantai bawah. Dia tak pedulikan saudaranya, apapun yang mereka inginkan dengan
membangun indah makam papanya, dia sama sekali tak peduli. Dia tahu, hanya
do’anya yang kata mamah itu “pesan” yang harus disampaikan ke papah.
Mimpi mamah kemarin, adalah
petanda kalau papah tak suka tempat istirahatnya diusik. Gadis itu, yang papah memanggilnya
bunga, kini telah beranjak dewasa. Dia sudah bisa membersihkan ingusnya
sendiri. Dia sudah bisa berjalan menuju cahaya, tak harus ada yang mengawasi. Bunga
bergegas pergi, meninggalkan kepingan-kepingan yang sesaat lalu membuatnya
meratap. Cahaya perlahan masuk lewat jendela, kehangatan merayap diseluruh
sudut ruang. Penghuninya telah pergi, mungkin tak lama lagi kembali.
Pria gagah yang ia panggil papah,
menyisakan kehidupan. Seperti apapun, kepulangan sejati tetaplah akan ditempuh
manusia. Gadis yang papah memanggilnya bunga, adalah kehidupan yang papah
sisakan. Mimpi-mimpi dan harapan papah ada disana, sampai itu terwujud dan
higga nanti kepulangan menjemputnya.
Komentar
Posting Komentar