Menulis #2
Saya mau janji. Janji ini muncul dan tumbuh jadi keinginan karena memang saya
ingin berjanji. Saya khawatir, janji saya ini tidak tulus dan suatu saat nanti
luntur seiring saya lupa dengan janji saya ini. Terus terang saja, saya itu
pelupa, sembrono, dan sialnya juga malas. Saya akui ini, dan sadar kalau
hal-hal itu teramat mengganggu siklus hidup saya, dari bangun sampai bangun
lagi. Tapi saya juga sadar, penyakit itu harus segera disembuhkan.
Menulis di blog itu, seperti membuat
catatan penting, walau terkadang tulisan-tulisan di dalamnya ada – bahkan
banyak – yang tidak penting. Mulai dari curhat karena kehidupan asmara
penulisnya yang buruk, catatan kuliah, resensi buku dan film, hasil petualangan
rasa, dan banyak hal lainnya. Membuat catatan penting, karena blog adalah
sebuah situs sejarah tentang kita, yang nanti membuat kita hidup lagi setelah
kita benar-benar tiada dan musnah dari muka bumi ini. Walau pun setelahnya,
saat hidup lagi karena tulisan-tulisan kita, mungkin kita akan mati lagi, karena
dibunuh lupa.
Sebenarnya karena seseorang saya harus
berjajanji seperti ini. Tapi, sosoknya tak perlu hadir di sini. Atau sebenarnya
orang itu hanya menyadarkan saya akan kealpaan saya beberapa bulan – yang jika
dihitung dengan tahun-tahun yang lalu, mungkin hampir setahun. Ya sudah lah,
saya hanya mau janji buat terus nulis, apapun.
Kawan saya, sering sekali
mengingatkan, atau juga memberikan kritik tajamnya kepada saya. Yang saya
terlalu mikir macem-macem, yang terlalu perfeksionis, yang tidak ingin dianggap
jelek, banyak hal. Mungkin iya, karena saya tak pernah selesai mendefinisikan
diri saya sendiri. Sekian lama bercermin pun tak akan banyak membantu.
Menulis, adalah salah satu upaya saya
untuk membunuh sepi. Mudah saja menenggelamkan sepi karena tidak ada kawan,
atau siapapun yang bisa membuat suasana hati berubah jadi ramai. Tapi, saat di
keramaian tetapa saja merasa sepi? Existensial
Loneliness, begitulah sebuatannya. Varian Kesepian
yang satu ini, sering terjadi karena sesuatu yang bersifat kronis, karena sudah
terjadi dalam jangka waktu lama tanpa disadari, atau memang sengaja diabaikan. Perasaan
kesepian itu disadari namun tidak ditindaklanjuti karena berpikir perasaan itu
disebabkan karena faktor lingkungan, ituh.
Dari tulisan-tulisan
saya sendiri, setelah sekian lama, dan lalu saya membacanya kembali, saya
seperti berdialog. Menerjemahkan sikap yang ada dibalik tulisan-tulisan itu. Kadang
saya tertawa, sempat mual. Karena memang, beberapa tulisan saya sungguh tidak
elok dan tak ada sisi indahnya sama sekali. Tapi saya sadar, di sana saya
menemukan beberapa keping bagaian ‘tubuh’ saya. Jadi, menulis terus, membacanya
kembali, seperti menyusun puzzle, yang sedikit demi sedikit, tulisan itu
menerjemahkan kita.
Saya janji, akan
terus nulis, apapun!
Komentar
Posting Komentar