Sejenak Bersama Malam
Menyapa malam yang indah beriring
sanjungan. Memujinya, seraya berharap dia memberikan sentuhan indahnya. Tak pernah
ada yang mengalahkan malam seusai hujan, ada keindahan menenangkan disana.
Keindahan yang dibangun rasa sejuk, aroma tanah basah, basahnya dedaunan di
temani lantunan merdu jatuhnya air dari genteng.
Suasana yang membuat catatan-catatan
hitam dangkal yang tergores dalam satu hari ini menjadi hilang. Lenyap
dilenyapkan. Hanya kekosongan yang membujuk ke ruang curahan. Dalam, sangat kelam.
Kekosongan itu meng-indahkan, menjadi
romantisme yang selalu kudamba di setiap riuhnya keseharian dalam citra yang
kubuat. Kekosongan kelam ini menjelma, membaluri raga dengan kepura-puraannya.
Yang seharusnya menjadikan buruk, seketika berubah menjadi keindahan baru.
Hingga jiwa ini menjadi buta, terlena kebahagiaan yang hadir dari
serpihan-serpihan kekosongan hitam.
Beranjaknya
malam, memuncakkan sepi. Terus saja aku bermesraan dengannya, hingga sepertinya
hasrat menelusup, menyusupkan cemburu. Aku bilang “sebentar dulu, biarkan
kekasih baruku ini memberikan bahagia padaku”. Sadar jika kekosongan membawa
keberpihakan yang sesat, hasrat itu terus saja memanggil dengan
bayangan-bayangan nikmat.
Sedetik kemudian.....
Kepuasan menjadi candu setelah lama
bergumul menuntaskan kekosongan menjadi keindahan yang memaksa. Kuputuskan
untuk bercumbu dengan hasrat yang datang tadi. Kuserahkan seutuhnya raga,
kegilaan, kedamaian, keterasingan, kehidupan, dalam pelukan lelap, terlelap,
tidur.
Komentar
Posting Komentar