Jadi Guru
![]() |
Sumber gambar: http://rikoyatra.blogspot.co.id/2015/02/jangan-mau-jadi-guru-biasa-jadilah-guru.html |
Ini adalah tahun ketiga saya menjadi guru. Selama saya mengajar, sudah tiga angkatan yang lulus. Dari tiga angkatan itu ada yang memilih mendirikan bisnis, ada yang meneruskan untuk belajar. Diantara mereka, ada juga yang terjebak untuk belajar pada bidang yang tak pernah sekalipun ia sangka akan memasukinya. Sebagian menyenangi teater, sinematografi, pendidikan anak usia dini, menjadi penyedia jasa wedding documentary, dan macam-macam lainnya. Setelah tiga tahun ini, saya tak pernah mengajukan pertanyaan penting perihal kenapa saya menjadi guru. Kira-kira kenapa saya harus menjadi guru? Pertanyaan ini baru muncul setelah selama ini, di tahun ketiga saya mengajar.
Waktu itu saya pertama kali menyesali kelulusan saya dari universitas. Empat tahun saya belajar, kemudian saya menyesal lulus secepat itu. Ternyata benar, empat bulan saya hampir tidak melakukan aktifitas berarti. Artinya, saya hanya melakukan aktifitas primer seorang manusia. Misalnya makan, minum. Ngopi dan baca berita juga primer. Hanya itu selama empat bulan. Kehidupan selow itu tidak berlangsung lama.
Dua kawan saya waktu itu – yang kelak ia akan menjadi orang sederhana dan menjadi keren setelah pulang kampung – mampir ke rumah, baru saja pulang dari pantai. Semalaman mereka berdua mengobrol, entah apa yang jadi topik pembicaraan, sampai-sampai semalaman adalah waktu yang singkat untuk membahasnya. Dua kawan saya itu laki-laki semua. Kedatangan kawan saya ke rumah ini, adalah jalan awal saya untuk mengenal dunia orang dewasa: bekerja dan dapat duit. Kawan saya itu hendak mendirikan kembali bisnis kopi yang dulu sempat didirikannya namun akhirnya bangkrut. Dia ingin memulainya kembali dengan saya. Kita joinan modal.
Kawan saya yang kedua, dia tidak menawarkan apa pun untuk dibicarakan. Tidak seperti kawan saya yang pertama tadi. Dia kurus, rambut panjang dan punya banyak ide cemerlang serta dikaruniai kecerdasan yang luar biasa. Namun, dia lemah untuk kerja-kerja lapangan. Walaupun kini dia sudah menjadi wartawan kawakan di ibu kota, mungkin dia ingin membuktikan bahwa dia tidak selemah itu!
Nah, ketika di awal saya memulai karir sebagai pebisnis warung kopi dengan kawan saya itu lah, kawan saya yang lain menawarkan kepada saya untuk menjadi guru di tempat ia mengajar. Kawan saya yang ini, dia seorang perempuan. Kawan sekelas selama empat tahun kuliah. Dia baik hatinya, cantik parasnya, lembut tuturnya, dan lucu pula anaknya. Saya ditawari untuk mengajar di sebuah SMK. Salah satu jurusan di sana, cocok dengan beberapa mata kuliah dan hal-hal yang saya senangi. Misalnya film, musik, fotografi. Akhirnya saya mau dan mencoba untuk pertama kalinya mendidik anak orang.
Itulah jalan saya kenapa bisa menjadi guru dan mendidik anak orang. Sejak awal saya mengajar, saya tidak tau sama sekali apa nikmatnya menjadi guru. Saya tidak mendapatkan kesenangan-kesenangan seperti yang saya dapatkan dari bisnis warung yang saya mulai. Misalnya, rambut saya harus pendek, baju saya harus rapi. Kedua hal itu adalah keharusan, sisanya bisa dijalani sambil pura-pura. Hingga setelah tiga tahun ini, saya harus menjawab “kenapa saya harus menjadi guru?”
Namun sebelum itu, saya akan mengatakan bahwa pendidikan itu penting. Pendidikan itu perlu, dan untuk kasus di negara saya, masih banyak pendidikan yang tidak menyenangkan. Sedikit-sedikit saya mengulas kembali hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Membaca buku, diskusi dengan banyak kawan, dan bertanya sana sini. Satu hal dari pengamatan saya itu yang saya temukan, bahwa pendidikan itu membebaskan, bahwa tugas seorang guru adalah membuat muridnya menjadi apa yang mereka inginkan, bukan menjadi apa yang kita inginkan. Biarkan mereka bebas.
Yang saya tau, menjadi guru itu adalah upaya untuk membahagiakan murid-murid saya dengan cara membuat mereka punya cara berfikir yang baru. Ngunu sih.
Komentar
Posting Komentar